Judul Buku: Revolusi Transportasi
Penulis: Bambang Susantono
Sudah berapa kali kita mengeluh soal kemacetan? Atau, apa yang kita bayangkan tentang transportasi masa depan? Berjalan kaki dengan nyaman dan romantis seperti di Champ de Elysse, naik sepeda di Amsterdam, atau naik kereta peluru Shinkansen di Jepang?
Tentu banyak pendapat yang kita lontarkan tentang transportasi yang merupakan kebutuhan sehari-hari kita. Dari semua pro-kontra yang ada, transportasi sendiri pasti akan mengalami perubahan karena faktor-faktor penyebab timbulnya pergerakan barang dan manusia juga berubah. Entah itu faktor ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik dan hankam.
Namun yang menarik, pada abad 21 ini transportasi seolah mengantar kita melompat ke masa depan, tetapi sekaligus mengembalikan kejayaan alat transportasi tradisional. Kita masuk ke era transportasi yang fantastis namun diharapkan tetap humanis.
Melalui buku ini saya ingin membuka cakrawala mengenai Revolusi Transportasi di Indonesia dan juga di kota-kota lain di dunia. Saya juga berharap buku ini menjadi awal diskusi bersama, agar transformasi transportasi nantinya tidak hanya menjadi ranah pemerintah, tetapi juga menjadi tugas mulia setiap penggunanya. Lagipula pilihannya hanya dua: menjadi bagian dari polusi, atau menjadi bagian dari solusi. Yang mana bagian kita?
Buku ini terbagi dari 6 bab dimana setiap babnya terdiri dari 3-4 artikel. Secara keseluruhan, penulis lebih banyak menyoroti mengenai transportasi darat terutama di DKI Jakarta. Ya mungkin karena memang sepertinya DKI Jakarta sebagai ibukota negara ini seharusnya menjadi sebuah “etalase negara” yang baik, termasuk dari sisi transportasinya.
Dalam buku ini, penulis menyoroti beberapa hal terkait perkembangan transportasi di ibukota seperti misalnya dalam artikel “Mimpi Buruk bernama: Gridlock!” yang khusus menyoroti kemungkinan terjadinya “Gridlock” yaitu istilah untuk menggambarkan parahnya kemacetan lalu lintas yang seolah-olah terunci, tanpa ada yang bisa memastikan posisi awal dan akhir kemacetan.
Atau ada pula beberapa artikel dimana penulis membahas beberapa alat transportasi yang sudah (dan akan) ada di Jakarta seperti pada tulisan “Monorel”, “Busway, Why Bus?”, “MRT, di Atas atau di Bawah Tanah”.
Selain bicara tentang transportasi darat khususnya transportasi untuk perkotaan, penulis juga membahas beberapa jenis angkutan seperti angkutan sungai (dalam artikel “Angkutan Sungai a.k.a Waterways), atau angkutan laut (dalam artikel “Kita Perlu Pelabuhan Baru”) dan juga angkutan udara (dalam artikel “Bandara (harusnya) Bikin Bangga”. Semuanya dibahas dengan cukup lengkap dengan bahasa yang menarik.
Ada yang menjadi ciri khas penulis dari setiap artikel yang dia tulis disini. Di dalam artikel yang ditulis, penulis selalu mencantumkan data-data disertai dengan sumber data yang ditulis di bagian belakang buku.
Penulis pun di setiap artikelnya selalu membandingkan substansi materi yang sedang dia bahas dengan apa yang sudah terjadi di luar negeri. Misalnya saja ketika membahas mengenai busway, penulis menceritakan pula keberhasilan sistem BRT alias Bus Rapid Transit (busway di luar negeri dikenal dengan istilah BRT) di Brasil, Tiongkok, maupun Bogota.
Judul Buku : Filosofi Teras
Penulis : Henry Manampiring
Apa yang Saya dapatkan Dan Akan Saya pelajari dari buku ini???
Hallo selamat pagi Teman Teman hari ini Saya membaca buku yang berjudul "Filosofi teras"
Buku ini, merupakan buku self improvement, tentang sebuah failsafe hidup, buku ini sangat unik karena Masih jarang Sekali buku tentang filsafat yang disajikan dengan ringan Dan mudah dipahami, karena pada umumnya filsafat dianggap kuno, ribet, bahkan Mustad dll..
Dan filsafat sering dianggap telalu tinggi, karena bahasa atau bahasa an yang gak pasti ngawang ngawang mengapa ngada dll...
Nah, filosofi teras ini buku tentang filsafat yang lebih praktis, lebih membumi, Dan mudah dipahami.
Dan dalam buku ini ada beberapa terapkan filsafat yang relevant kita lakukan didalam keseharian,
Seperti pada contoh, ketika kita terjebak mancet, apa yang a harus kita lakukan Dan pikir akan untuk mengelola opinion kita Dan tetap stay calm.
Intinya Penulis an buku disini memudahkan orang memahami, Dan menjadi bijak.
Isi dalam buku ini terinspirasi dari buku jurnal Marcus Aurelius, Dan mengapa filosofi teras, karena ajarin ajarin disini Adalah ajarin yang kita dapatkan di teras, simple.
Salah Satu ajarin disini yang berkesan Adalah "diktomi kendali" yaitu bagaimana kita bersikap dengan cara hanya memperhatikan apa yang ada dalam kendali kita dan tidak memikirkan apa yang diluar kendali kita.
Salah Satu dalam kutipannya Adalah
"some things are up to us, something are not up to us -epictetus"
Menurut saya kata-kata ini sangat melegakan, begini, jadi memang dalam hidup menurut filosofi ini ada yang dibawah kendali kita dan ada yang diluar kendali kita. Kunci kebahagiaan dan kebijaksanaan adalah ketika manusia hanya memikirkan dan peduli terhadap apa yang ada di dalam kendalinya, hal itu contohnya, pertimbangan, opini, keinginan, tujuan diri sendiri.
Sedangkan sumber penderitaan adalah ketika manusia terlalu memikirkan segala hal yang diluar kendali kita seperti tindakan orang lain, opini orang lain, reputasi kita, kesehatan, kekayaaan, kondisi kita saat lahir. Kemudian timbul pertanyaan kok kesehatan, kekayaan masuk hal diluar kendali kita.
Kalau dipikir-pikir secara lebih seksama, yang namanya kekayaan, kesehatan bisa direbut atau terpengaruh orang lain. Misalnya kita ditipu atau kena hujan tiba-tiba terus sakit, padahal kita udah hati-hati dan menghindari hal tersebut, tapi tetep aja kejadian. Filosofi ini menawarkan untuk tetap tenang dan menerima apa saja hal yang diluar kendali kita dengan tenang, karena bagaimanapun hal buruk bisa saja menimpa kita kapanpun tanpa aba-aba.
Dan ketika kita, sudah paham Dan merubah filosofi, kita Akan lebih nyaman Dan santai, kita mudah mengendalikan emosi Dan tenang dalam menghadapi masalah, karena kita paham bahwa banyak hal diluar kendali kita.
Semua kekhawatiran kita ada di pikiran kita, betul menurut filsuf dan ajaran ini persepsi kita terhadap masalah kadang lebih besar dari masalah itu sendiri. Ajaran stoisisme menekankan pada pikiran, tetapi bukan berarti pasrah pada keaadaan, melainkan menerima setiap hal yang terjadi dengan wajar dan tidak lebay, hingga gak perlu marah-marah, tetapi cenderung bisa intropeksi dengan baik.
Apabila di dengar da dibaca, mantra yang diucapkan oleh filosofi ini memang tidak ada yang spesial. Tetapi setelah dipikir-pikir ada benarnya juga dan ternyata sulit diterapkan, misalnya sebagai mahasiswa kita sudah rajin-rajin tetapi dosen memang tidak suka sama kita, akhirnya nilai kita jelek, yasudahlah ya, toh kita udah baik-baik, dan sikap dosen itu di luar kendali kita, jadi daripada marah-marah bikin mumet diri sendiri mending ngomong langsung sama dosennya baik-baik.
Filosofi ini memang kadang susah dan perlu dilatih, ibarat latihan otot pikiran juga bisa dilatih, dan filosofi ini perlu dilatih, agar bisa cuek sama hal yang sebenernya ada diluar kendali kita.